Vanuatu, Kepulauan yang Bahagia





Sedang stress? Perlu bersantai? Bagaimana kalau anda berleha-leha di sebuah pulau tropis? Lalu, berenang di laut yang biru, berjalan-jalan santai menembus hutan hujan yang lebat, atau bergaul dengan penduduk pribumi yang eksotik. Masih adakah tempat seperti itu di bumi? Ya! Di kepulauan Vanuatu yang terpencil.





Vanuatu adalah rangkaian 80 pulau kecil berbentuk “Y” di Pasifik barat daya, yang letaknya kira-kira setengah perjalanan antara Australia dan Fiji. Menurut para geolog, lempeng-lempeng tektonik yang besar di kerak bumi bertumbukan di sini sehingga terbentuklah gunung-gunung tinggi yang sebagian besar berada di bawah permukaan laut. Puncak gunung-gunung yang tertinggi menyembul ke permukaan laut, sehingga terbentuklah pulau-pulau Vanuatu yang tidak rata. Dewasa ini, gerakan geologis memicu terjadinya banyak gempa bumi kecil dan membuat aktif sembilan gunung berapi. Para pelancong yang nekat bahkan bisa menyaksikan lahan cair dari jarak dekat.

Ada banyak hutan hujan yang lebat di kepulauan ini. Di sinilah tempatnya pohon banyan yang perkasa, dengan tajuknya yang bisa menjangkau daerah yang luas. Lebih dari 150 spesies anggrek dan 250 jenis pakis menyelimuti tanah. Pantai-pantai indah dan tebing-tebing curam membingkai air nan jernih yang penuh dengan ikan dan koral beraneka warna. Para wisatawan datang dari seluruh dunia untuk berenang bersama dugong* yang lembut dan jenaka di Pulau Epi.


Keanekaragaman Budaya dan Kanibalisme

Bahasa dan adat-istiadat negeri kepulauan ini sangat beraneka ragam. Menurut sebuah buku panduan, “Vanuatu mengaku mempunyai jumlah bahasa terbanyak per kapita dibandingkan dengan negeri mana pun di dunia.” Ada paling sedikit 105 bahasa dan dialek di seluruh kepulauan. Bislama, sebagai bahasa persatuan, dan Inggris serta Perancis, semuanya adalah bahasa resmi mereka.

Namun, di seluruh kepulauan ini, ada satu kesamaan: setiap aspek kehidupan dikendalikan oleh ritus.* Sebuah ritus kesuburan kuno di Pulau Pentecost bahkan mengilhami demam loncat bungee di seluruh dunia. Setiap tahun pada waktu panen ubi, pria dewasa dan anak laki-laki terjun dari menara kayu setinggi 20 sampai 30 meter. Mereka hanya mengandalkan tanaman merambat yang dililitkan pada pergelangan kaki agar terhindar dari kecelakaan fatal. Karena kepala mereka sekejap menyentuh tanah, para penerjun ini berharap bisa “menyuburkan” tanah untuk musim tanam berikutnya.

Di pulau Malekula, baru pada sekitar tahun 2006 penduduknya mau membuka diri kepada orang luar. Suku-suku yang dikenal dengan nama Nambas Besar dan Nambas Kecil tinggal di pulau ini. Semula mereka adalah kanibal yang ganas, dan konon, mereka menyantap korban terakhir mereka pada tahun 1974. Demikian pula, kebiasaan mereka membungkus erat-erat kepala bayi laki-laki untuk membentuk batok kepala lonjong yang menarik sudah berakhir bertahun-tahun yang lalu. Dewasa ini, orang Nambas sangat ramah dan suka menunjukkan warisan budaya mereka kepada para pengunjung.





Kepulauan yang Bahagia

Pada tahun 2006, Vanuatu berada pada urutan teratas dalam Happy Planet Index. Indeks tersebut, yang diterbitkan oleh New Economics Foundation, sebuah organisasi penelitian dari Inggris, memeringkat 178 negeri berdasarkan kebahagiaan nasional, panjangnya umur, dan pengaruh mereka terhadap lingkungan. “Vanuatu berada pada peringkat teratas karena penduduknya bahagia, harapan hidupnya mendekati 70 tahun, dan hampir tidak melakukan perusakan atas planet ini,” kata Surat Kabar Vanuatu Daily Post.







* Dugong adalah mamalia laut herbivora yang panjangnya bisa sampai 3,4 meter dan bobotnya 400 kilogram lebih.

* Ritus adalah suatu tindakan, biasanya dalam bidang keagamaan, yang bersifat seremonial dan tertata.



Category: 1 komentar

Mari Berkenalan dengan Penduduk Timor Leste






Timor-Timur atau Timor-Leste, adalah sebuah negeri kecil yang terletak di separuh bagian timur Pulau Timor. Kata “Timor” yang berasal dari bahasa Melayu dan kata Leste yang berasal dari bahasa Portugis sama-sama berarti “timur”. Nama itu tepat karena pulau ini terletak di bagian timur kepulauan Indonesia.


Timor-Timur luasnya sekitar 14.800 kilometer persegi, hampir tiga kali luas Pulau Bali atau kurang dari separuh luas Negeri Belanda. Meskipun kecil, Pulau Timor membentang di perbatasan ekologis Asia dan Australia. Terdapat hutan-hutan tropis yang lebat dan juga pohon-pohon perdu kayu putih serta padang-padang rumput kering. Satwa liarnya merupakan gabungan spesies Australia dan spesies Asia. Misalnya, mamalia berkantung dan burung-burung Australia hidup berdampingan dengan monyet serta buaya air asin tropis dari Asia. Namun, bagaimana dengan penduduk Timor-Timur? Maukah anda berkenalan dengan mereka?




Warisan Masa Penjajahan
Para pelaut Portugis pertama kali tiba di Timor-Timur sekitar tahun 1514. pada waktu itu, lereng-lereng bukit diliputi hutan kayu cendana. Perdagangan kayu cendana sangat menguntungkan, dan pohon-pohon ini saja sudah cukup menjadi alas an bagi orang Portugis untuk mendirikan pos perdagangan. Gereja Katolik juga berminat pada daerah itu dan ingin mengirim misionaris untuk menobatkan penduduk pribumi. Kedua factor ini menggerakkan orang Portugis untuk mulai menjadikan pulau ini jajahan mereka pada tahun 1556.


Namun, Timor-Timur tetap menjadi jajahan yang terpencil dan terlantar. Sewaktu orang Belanda menguasai bagian barat pulau itu pada tahun 1656, orang Portugis mundur ke bagian timur pulau itu. Akhirnya, setelah menjajah selama lebih dari 400 tahun, orang Portugis menarik diri sepenuhnya pada tahun 1975.


Pada tahun yang sama, perang saudara berkecamuk. Selama 24 tahun berikutnya, diperkirakan ada 200.000 orang Timor-Timur – sekitar sepertiga penduduknya – yang tewas dalam pertikaian itu. Gelombang kekerasan melanda negeri itu pada tahun 1999, menghancurkan 85 persen rumah-rumah dan banyak prasarana di daerah itu. Ratusan ribu penduduk mengungsi ke pegunungan. Akhirnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa campur tangan untuk menghentikan perusakan dan memulihkan keadaan di negeri itu.


Sejak itu, orang-orang Timor berjuang untuk membenahi kehidupan mereka yang porak-poranda. Pada bulan Mei 2002, Timor-Timur, atau Republik Demokratik Timor-Leste, secara resmi diakui sebuah Negara baru.




Tempat Pertemuan Beragam Budaya
Perdagangan selama berabad-abad, perpindahan orang Asia dan Australia, serta penjajahan oleh orang Eropa telah menghasilkan percampuran budaya dan bahasa di seluruh Timor-Timur. Meskipun bahasa Portugis adalah bahasa yang dipakai dalam perdagangan dan pemerintahan, 80 persen penduduknya menggunakan bahasa persatuan yang disebut Tetum, yang kaya dengan banyak kata Portugis. Beragam kelompok etnik di seantero negeri itu sedikit-dikitnya menggunakan 22 bahasa lain.


Di pedesaan, raja-raja tradisional masih memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Mereka memimpin berbagai upacara, pembagian tanah, dan urusan adat lainnya, sementara seorang kepala daerah yang terpilih mengawasi urusan sipil.


Agama orang Timor adalah perpaduan animisme dengan ajaran Katolik yang diimpor. Penyembahan nenek moyang, ilmu sihir, dan spiritisme mempengaruhi setiap segi kehidupan masyarakat. Para pengunjung mereka yang rajin umumnya berkonsultasi dengan matan do’ok, atau dukun setempat, guna mencari tahu peruntungan, mengobati penyakit, atau melindungi diri tarhadap roh-roh jahat.



Penduduk yang Selalu Ingin Tahu dan Ramah
Pada dasarnya, penduduk Timor-Timur adalah orang-orang yang ceria, selalu ingin tahu, dan ramah. “Kami mempunyai keinginan kuat untuk belajar, berbicara, bergaul dan berinteraksi, bahkan dengan orang asing,” kata Presiden Kay Rala Xanana Gusmao.


Para pengunjung yang diundang makan bersama keluarga orang Timor biasanya akan makan bersama pria kepala keluarga itu. Istri dan anak-anaknya akan menyajikan makanan dan baru belakangan makan pada sore harinya. Tamu dianggap sopan jika mula-mula mengambil sedikit makanan. Kemudian, sang tamu dapat menghormati juru masak dengan meminta lagi.


Makanan orang Timor pada umumnya terdiri dari nasi, jagung, atau singkong, serta daun-daunan dan sayuran. Satu masakan khas Timor adalah saboko, yaitu ikan yang dibumbui dengan saus asam jawa dan bumbu lainnya, lalu dibungkus dengan daun palem. Daging masih merupakan makanan yang sangat mahal.



Ramai karena Banyak Anak
Timor-Timur adalah negeri berpenduduk muda. Hampir separuh penduduknya adalah anak-anak, dan banyak keluarga mempunyai 10 hingga 12 anak di rumah.
Dalam perjalanan ke sekolah, anak-anak sering bergandengan tangan – anak laki-laki dengan anak laki-laki dan anak perempuan dengan anak perempuan – sambil tertawa dan bernyanyi. Pelajaran sekolah tidak hanya mencakup pengetahuan umum, tetapi juga pembekalan untuk kehidupan dan budi pekerti.


Anak-anak Timor tidak pernah bermain sendirian atau dengan senyap – mereka bermain beramai-ramai! Salah satu permainan favorit mereka ialah dudu karreta, atau kereta dorong. Lingkar roda sepeda menjadi mobil-mobilan mereka. Sambil berlari dan tertawa, anak-anak menggelindingkan lingkar roda itu di jalan, mengendalikan dan mendorongnya dengan sebatang kayu seraya mereka mengejarnya.


Akan tetapi, kehidupan anak-anak Timor tidak melulu untuk bermain. Misalnya, mereka ditugasi juga untuk menggiling jagung, dengan menggunakan batang besi yang berat. Namun, mereka tersenyum gembira sambil bekerja. Kelihatannya, mereka tidak sadar bahwa mereka dilahirkan di salah satu dari sepuluh negeri termiskin di dunia.





Negeri Muda yang Sarat Masalah

Kemiskinan yang parah telah menyebabkan kehidupan orang Timor sangat tidak mapan. Empat puluh persen penduduknya hidup dengan biaya kurang dari 1,50 dolar AS (Rp 14.000) per hari – jumlah minimum yang diperlukan untuk membeli makanan pokok dan kebutuhan rumah tangga. Prasarana tidak memadai. “Secara nasional, tiga dari empat orang hidup tanpa listrik, tiga dari lima orang tanpa sanitasi yang baik dan satu dari dua orang tanpa air minum yang bersih.”


Dalam situasi demikian, muncullah berbagai problem kesehatan. Kekurangan gizi, malaria, tuberkolosis, dan berbagai penyakit lainnya membuat hardpan hidup rata-rata kurang dari 50 tahun. Sekitar 1 dari 10 anak meninggal sewaktu masih balita. Selama tahun 2004, kurang dari 50 orang dokter melayani sekitar 800.000 orang penduduk.


Kini, banyak Negara asing bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membantu orang Timor membangun kembali negeri mereka yang rusak. Cadangan minyak dan gas yang banyak di Laut Timor juga menjanjikan harapan untuk memperbaiki situasi ekonomi yang terpuruk. Namun, aset Timor-Timur yang terbesar adalah orang-orangnya yang tangguh dan rendah hati. Seorang wanita Timor berkata, “Kami memang miskin, tetapi kami tidak merana!”










Corcovado, “Intan” yang Belum Terasah di Kosta Rika



Intan yang belum terasah.” Frasa yang sering disebut-sebut ini cocok sekali untuk menggambarkan Taman Nasional Corcovado. Lokasinya di Semenanjung Osa, di Pesisir Pasifik bagian selatan Kosta Rika, Amerika Tengah. Corcovado merupakan tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi karena keindahan alam hutan hujannya yang tak terlukiskan yang nyaris tak terjamah, lokasinya yang terpencil, dan fakta bahwa tempat ini penuh dengan begitu banyak jenis pohon, serangga, reptil, serta mamalia.

Namun, meski indah, taman ini adalah intan yang belum terasah. Taman ini terletak di salah satu hutan hujan tropis terbesar di Amerika Tengah, dan di sana hanya ada sedikit restoran, hotel, atau toko souvenir. Tidak ada banyak bukti kehadiran manusia selain beberapa pos penjaga hutan dan rute lintas alam yang panjang, yang menurut salah satu buku panduan perjalanan adalah yang terbaik dari semua rute taman hutan hujan yang ada.


Dari Hutan Menjadi Taman

Pada awal tahun 1970-an, ada pemikiran serius untuk mengubah hutan hujan ini menjadi sebuah taman nasional. Akan tetapi, ini bukanlah tugas yang mudah. Dibutuhkan sumber daya manusia dan materi yang besar. Pada pertengahan tahun 1970-an, dilaporkan bahwa para pemukim pindah ke kawasan tersebut. Selain itu, sebuah perusahaan kayu yang menguasai sejumlah besar lahan di hutan tersebut telah merencanakan untuk memulai operasi penebangan besar-besaran, dan banyak pemburu memanfaatkan hutan itu sebagai daerah perburuannya.

Meskipun demikian, para ilmuwan dan biolog dari berbagai penjuru dunia yang sadar akan nilai pelestarian hutan hujan ini turun tangan. Pada tanggal 31 Oktober 1975, pemerintah Kosta Rika mengumumkan lahirnya Taman Nasional Corcovado. Sejak saat itu, operasi penebangan hutan berskala besar dan perburuan tidak lagi menjadi ancaman.



Faset-Faset Lain Corcovado

Area Corcovado seluas 54.000 hektar memuat sangat banyak ragam flora dan fauna. Setidaknya ada delapan habitat, atau ekosistem, di taman itu. Dalam ekosistem-ekosistem ini, paling tidak ada 500 spesies pohon. Pohon terbesar dalam taman ini adalah pohon randu. Pohon ini berdiameter lebih dari 3 meter, dan tingginya lebih dari 70 meter.

Apakah anda suka mengamati burung? Populasi burung di Corcovado sebanyak hampir 400 spesies pastilah akan menyibukkan dan menyenangkan anda. Taman ini merupakan tempat tinggal bagi populasi terbesar burung bayan merah marak di negeri ini. Sewaktu mereka terbang, warna-warnanya yang indah, yang berkilau diterpa sinar mentari, tampak melesat di angkasa.


Bayan Merah Marak


Motmot


Namun, barangkali anda suka mempelajari sesuatu yang ada di tanah. Bukan masalah! Di Corcovado, terdapat 116 spesies amfibi dan reptil, termasuk ular mata-tombak. Tetapi, jangan mengamatinya terlalu lama atau terlalu dekat, karena ular berbisa ini terkenal luar biasa agresif! Salah satu spesies amfibi di sini adalah katak yang tembus pandang – apabila diletakkan di atas permukaan kaca yang bening, anda bisa melihat gerakan organ-organ dalamnya!


Kodok Panah-Racun


Anda juga dapat mengamati sekitar 140 mamalia penghuni Corcovado. Di antaranya jaguar, oselot, empat jenis kera, tiga spesies pemakan semut, dua spesies sipemalas, dan dua jenis armadilo. Dalam taman ini terdapat juga kira-kira 10.000 jenis serangga.


Oselot


Kera Bajing


Sipemalas


Shirley Ramirez Carvajal, seorang biolog dan coordinator taman untuk program pengelolaan margasatwa di Corcovado, memberi tahu tentang proyek pemasangan pemancar radio kecil pada leher jaguar dan satwa lain. Radio ini akan membantu para ilmuwan meneliti pola makan satwa dan jangkauan habitatnya. Kemudian, berdasarkan informasi tersebut para petugas taman dapat menentukan apakah batas-batas taman perlu diperluas untuk memastikan ada cukup makanan bagi populasi satwa. Memperluas taman juga berguna untuk melindungi satwa terhadap bahaya genetis dari perkawinan sedarah.

Namun, masih banyak lagi yang terdapat di Corcovado selain margasatwanya yang berlimpah. Anda bisa mengunjungi Gua Salsipuedes, yang terkenal sebagai tempat penyimpanan harta pelaut dan penjelajah asal Inggris, Sir Francis Drake. Hanya beberapa kilometer di sebelah utara Corcovado terdapat Teluk Drake, yang konon adalah tempat mendaratnya sang penjelajah pada tahun 1579 selama pelayarannya mengelilingi bumi.

Demam emas pernah mengancam “intan” ini. Bongkahan-bongkahan emas seberat hampir satu kilogram memicu gelombang pertama demam ini pada tahun 1930-an. Belakangan, demam emas terjadi lagi pada tahun 1960-an, dan sekali lagi beberapa tahun setelah berdirinya taman ini. Demam emas yang terakhir mendorong ratusan penambang pindah ke tempat itu. Pada tahun 1986, pemerintah melarang para penambang datang ke Corcovado.

Seperti tempat-tempat lainnya, Corcovado pun tak bebas dari masalah. Menurut Gerardo A. Chaves, wakil kepala pengelola Taman Nasional Corcovado, yang mengatakan bahwa seiring dengan perjuangan untuk mendapatkan dana dan sumber daya, ada masalah lain yaitu penggundulan hutan di luar batas taman dan perburuan liar. Agar Corcovado dapat terus berkembang, mau tidak mau tiap-tiap masalah ini harus segera ditangani.

Tak diragukan, Taman Nasional Corcovado tetap menjadi salah satu daerah di bumi yang paling tak terjamah. Ya, sama seperti intan sungguhan yang disukai karena keindahan dan ketahanannya, pada tahun-tahun mendatang intan Kosta Rika ini pasti dihargai dan disukai oleh ribuan pengunjung, yang menghargai nilai keindahan alami bumi ini.





Kamchatka, Negeri Impian Rusia di Pasifik


Lebih dari tiga ratus tahun yang lalu, para penjelajah Rusia yang menelusuri Asia ke arah timur telah menemukan sebuah semenanjung bergunung-gunung yang menjorok ke selatan ke arah Samudera Pasifik, yang memisahkan Laut Okhotsk dari Laut Bering. Negeri yang indah dan asing ini, yang luasnya hampir tiga kali Pulau Jawa, masih belum banyak dikenal oleh orang luar.



Di Kamchatka, musim dingin di dekat daerah pantainya tidak terlalu dingin, tetapi beberapa daerah di pedalaman bisa ditutupi salju setebal enam meter lebih dan kadang-kadang hampir 12 meter! Pada musim panas, semenanjung itu sering kali diselimuti kabut laut, dan angin yang kencang bertiup di sana. Curah hujan yang tinggi membuat tanah vulkanis Kamchatka menghasilkan tanah yang subur, termasuk semak beri, lalang setinggi manusia, bunga-bunga liar yang luar biasa indah, seperti bunga mawar yang terkenal sebagai ratunya padang rumput.

Pepohonan betula (birch) Stone, atau Erman, hampir memenuhi sepertiga semenanjung itu, bahan serta dahannya bengkok dan berpilin yang disebabkan oleh ganasnya angina serta banyaknya salju. Pohon-pohon betula ini, karena tahan banting dan tumbuh secara perlahan, luar biasa kokoh, dengan cengkeraman akarnya yang kuat pohon ini hampir-hampir bisa tumbuh di mana saja – bahkan secara horizontal dari dinding yang terjal! Dedaunannya bertunas pada bulan Juni, sering kali masih ada saljunya, dan menjadi kuning pada bulan Agustus, menyambut kedatangan musim dingin.


Gunung Berapi, Geiser, dan Sumber Air Panas

Karena berada di lokasi Ring of Fire (Lingkaran Api) – sebuah jalur yang memiliki aktivitas seismik yang tinggi yang mengitari Samudera Pasifik – Kamchatka memiliki sekitar 30 gunung berapi yang aktif. Gunung berapi Klyuchevskaya, yang dilukiskan sebagai “kerucut yang sempurna dan luar biasa indah,” menjulang setinggi 4.750 meter di atas permukaan laut, menjadikannya sebagai gunung berapi terbesar yang masih aktif di Eurasia. Sejak para penjelajah Rusia pertama kali menginjakkan kaki di Kamchatka pada tahun 1697, tercatat lebih dari 600 letusan gunung terjadi di semenanjung itu.

Pada sekitar tahun 1975-1976, letusan celah vulkanis di kawasan Tolbachik menciptakan “obor” yang menyala setinggi lebih dari 2.500 meter! Kilat memancar dalam awan abunya. Tanpa henti selama hampir satu setengah tahun, letusan itu menghasilkan empat kerucut gunung berapi yang baru. Danau-danau serta sungai-sungai lenyap, dan abu yang panas mengeringkan seluruh hutan sampai ke akar-akarnya. Bentangan tanah yang luas berubah menjadi gurun.

Untunglah, kebanyakan letusan terjadi jauh dari daerah pemukiman dan hanya sedikit manusia yang tewas. Namun, ada alas an mengapa para pengunjung perlu berhati-hati, khususnya sewaktu berkunjung ke Lembah Maut, yang terletak di kaki gunung berapi Kichpinych. Apabila angin tidak bertiup, dan khususnya pada waktu peralihan musim semi ke musim panas, gas beracun dari gunung berapi menumpuk di lembah, sehingga menjadi perangkap maut bagi satwa liar. Sekali peristiwa, di lembah itu berserakan bangkai sepuluh ekor beruang dan banyak binatang yang lebih kecil.

Di kawah besar yang dikenal sebagai kaldera Uzon terdapat kawah Lumpur panas dan cekungan yang mengeluarkan uap air panas namun ditumbuhi lumut yang beraneka warna. Di daerah yang sama terdapat Lembah Geiser yang ditemukan pada tahun 1941. Beberapa geiser mengeluarkan semburan setiap dua hingga tiga menit setiap beberapa hari. Helikopter membawa para pengunjung ke tempat-tempat yang menakjubkan ini, yang terletak sekitar 180 kilometer di sebelah utara kota Petropavlovsk-Kamchatskiy. Namun, jumlah pengunjung sangat dibatasi dengan ketat agar keseimbangan ekologinya yang peka itu tidak terganggu. Untuk tujuan itu, enam daerah di Kamchatka dilindungi sebagai Kawasan Warisan Dunia.



Kamchatka memiliki banyak sumber air panas, yang kebanyakan di antaranya bersuhu 30 hingga 40 derajat Celcius, sehingga memikat para pengunjung dan menyediakan semacam kompensasi untuk bulan-bulan musim dingin yang panjang. Panas bumi juga telah digunakan untuk menghasilkan tenaga listrik. Sebenarnya, pembangkit listrik tenaga panas bumi Rusia ada di semenanjung ini.


Kaldera yang Spektakuler

Kaldera Uzon, lembah sebuah gunung berapi kuno, memanjang sekitar 10 kilometer. Menurut sebuah referensi, temboknya yang terjal melindungi “koleksi dari segala sesuatu yang membuat Kamchatka tersohor.” Di lembah itu terdapat sumber air panas dan air dingin, bagaikan kuali besar dengan lumpur yang mendidih, timbunan lumpur, danau-danau jernih yang dihuni oleh ikan dan angsa, serta tumbuh-tumbuhan yang lebat.

Buku Miracles of Kamchatka Land mengatakan bahwa “nyaris tidak ada tempat seperti ini di bumi” di mana musim semi sangat indah meskipun hanya singkat. Tundra yang berwarna merah marak kontras dengan pohon-pohon betula yang berwarna kuning tua dan keemasan, sementara di sana-sini tanah yang mendidih mengeluarkan uap berwarna putih yang tampak mencolok dibandingkan dengan langit berwarna biru tua. Dan, pada waktu fajar, hutan “bernyanyi” seraya berjuta-juta daun yang membeku gugur tanah dengan bunyi yang gemeresak yang lembut, mengumumkan bahwa musim dingin sudah di ambang pintu.



Danau Maut!

Pada tahun 1996, sebuah gunung berapi yang dianggap sudah mati meletus di bawah Danau Karymsky, menimbulkan gelombang setinggi 10 meter dan meratakan hutan-hutan di sekitarnya. Dalam hitungan menit, danau itu menjadi terlalu asam untuk dihuni makhluk hidup. Namun, tidak ada binatang yang mati di dekat danau itu, meskipun terjadi debu vulkanis dan gelombang yang menyapu garis pantai, jelas peneliti bernama Andrew Logan. “Menjelang letusan,” ujarnya, “berjuta-juta ikan (terutama salmon dan trout) diketahui hidup di Danau Karymsky. Setelah letusan, danau itu tidak dapat lagi dihuni makhluk hidup.” Namun, bisa jadi sejumlah ikan telah selamat. Para Ilmuwan berspekulasi bahwa ada semacam tanda peringatan – sejenis perubahan susunan kimiawi dalam air – telah membuat ikan-ikan itu siaga, sehingga mereka menyelamatkan diri ke Sungai Karymsky yang berdekatan.


Beruang, Ikan Salmon, dan Rajawali Laut

Sekitar 10.000 ekor beruang cokelat masih hidup di Kamchatka. Rata-rata beratnya antara 150 hingga 200 kilogram, meskipun sebenarya mereka bisa tumbuh tiga kali ukuran itu jika tidak dibunuh. Dalam cerita rakyat penduduk pribumi, orang Itelmen, beruang dianggap sebagai “saudara” mereka, dan mereka menyayangi binatang ini. Persaudaraan ini berakhir dengan munculnya senjata api. Kini, para konservasionis mengkhawatirkan masa depan binatang ini.

Beruang itu pemalu dan jarang kelihatan. Tetapi pada bulan Juni, sewaktu ikan salmon mulai berkembang biak di sungai-sungai, beruang keluar dalam jumlah yang besar untuk berpesta ikan, dan seekor beruang dapat menyantap dua lusin ikan salmon! Mengapa seleranya begitu besar? Selama musim panas, beruang harus mengumpulkan cukup banyak lemak tubuh agar kehidupan mereka dapat terpelihara pada saat-saat berkurangnya makanan di musim dingin yang membeku, yakni saat mereka akan tidur di liang-liang yang terlindung untuk menyimpan tenaga.



Binatang lain yang senang menyantap ikan salmon adalah rajawali laut Steller, burung yang mengesankan dengan rentang sayap sampai dua setengah meter. Pada umumnya burung ini berwarna hitam, dengan bercak putih di bahu serta ekor putih yang berbentuk baji. Kini, elang ini berjumlah sekitar 5.000 ekor dan terus berkurang; di seluruh dunia hanya terdapat di daerah ini dan, kadang-kadang di Kepulauan Aleut serta Kepulauan Pribilof di Alaska. Burung itu menggunakan sarang yang sama dari tahun ke tahun, memelihara dan menambahinya. Diameter sebuah sarang mencapai tiga meter dan bertambah berat sehingga mematahkan pohon betula yang menyangganya!



Penduduk Kamchatka

Mayoritas penduduk Kamchatka modern adalah orang Rusia, namun masih terdapat beberapa ribu penduduk pribumi, yang kelompok terbesarnya adalah orang Koryak, yang tinggal di sebelah utara. Kelompok lainnya termasuk orang Chukchi dan Itelmen, yang masing-masing mempunyai bahasa sendiri. Kebanyakan penduduk Kamchatka tinggal di Petropavlovsk-Kamchatskiy, pusat pemerintahan. Di bagian lain semenanjung itu penduduknya sangat jarang, dan kebanyakan daerah pantai dan kampung-kampung di tepi sungai hanya bisa dijangkau dengan kapal atau pesawat terbang.

Penangkapan ikan dan kepiting merupakan bagian penting dari perekonomian. Kepiting raksasa Kamchatka berwarna merah khususnya sangat popular. Dengan ukuran sepanjang 1,7 meter dari ujung sepit yang satu ke sepit lainnya, kepiting ini menarik dan berwarna-warni apabila disajikan di atas meja.






Category: 0 komentar

Berkunjung ke Gunung Api Etna, Sisilia



Tidak banyak tempat di dunia yang memanjakan anda dengan pemandangan sebuah gunung berapi yang memesona, tidak soal anda berada di daerah pedesaan, di dekat pantai, atau di kota. Kalau anda kebetulan berada di kota Catania, yang terlihat hanyalah Gunung Etna yang menjulang setinggi lebih dari 3.300 meter. Ini adalah gunung berapi aktif tertinggi di Eropa, yang terletak di bagian utara pesisir timur Sisilia.



Gunung Berapi yang Sudah Lama Diamati

Orang-orang Arab, yang cukup lama menguasai Sisilia menyebut gunung itu Gunung Api, dan sebutan itu memang cocok karena secara berkala Etna menyemburkan lahar putih panas dari perutnya. Dua di antara bukti-bukti tertua yang masih ada mengenai kegiatan Etna ditulis oleh Pindar dan Aeschylus, yang kedua-duanya menguraikan letusan yang terjadi pada tahun 475 SM. Lebih dari satu kali, aliran lahar itu memberikan pertunjukan yang menakjubkan berupa sungai api yang berkelok-kelok seperti ular, bergerak menuruni gunung sebelum terjun ke laut. Ini terjadi pada tahun 396 SM, tahun 1329 M, dan tahun 1669 M. Letusan pada tahun 1669 M itu dianggap yang paling terkenal di antara letusan-letusannya di zaman “modern.” Pada peristiwa itu, lidah lahar yang kira-kira selebar 2 kilometer dan sepanjang 15 kilometer melanda tembok-tembok kota Catania, menghancurkan rumah dari 27.000 orang lebih, dan meliputi sebagian pelabuhan kota itu.

Pada umumnya, kegiatan gunung berapi itu dianggap meningkat pada abad ke-20, karena adanya banyak letusan. Letusan yang paling dahsyat, pada tahun 1928, menghancurkan desa Mascali. Selama beberapa tahun terakhir, pancaran lahar dan abu selalu menimbulkan problem dan kekhawatiran bagi penduduk setempat.



Profil “Mama Besar”

Dinyatakan bahwa Gunung Etna mulai terbentuk kira-kira 170.000 tahun yang lalu oleh magma, atau batuan cair, yang mengalir ke luar. Di sisi kerucut utama gunung berapi itu muncul sekitar 250 kerucut kecil karena berbagai fase kegiatan erupsinya. Kerucut-kerucut kecil itu tampak seperti bayi-bayi di sekeliling sang ibu, dan karena itulah gunung berapi tersebut dijuluki Mama Besar.

Apabila anda mengendarai mobil atau naik kereta api mengelilingi Etna untuk menikmati pemandangan yang indah, anda akan melihat berbagai pemandangan yang menarik. Ini termasuk Monti Rossi (Bukit-Bukit Merah) dekat Nicolosi, Kawah-Kawah Silvestri, dan lekukan luas Valle del Bove (Lembah Sapi), dari Giarre dan Zafferana.

Sejarah terbentuknya gunung berapi itu, meskipun tidak dimengerti sepenuhnya, dimulai sejak masa silam. Lelehan magma yang keluar di dasar laut dan wilayah pesisir membentuk pantai Sisilia di sebelah utara Catania. Bagian dari pantai itu dikenal sebagai Riviera dei Ciclopi, atau Pantai Cyclopes, yang bercirikan tebing-tebing lahar hitamnya yang terjal. Persis di depan tebing terjal di Aci Trezza itu, formasi batu-batuan yang aneh, yang disebut Faraglioni, menyembul dari permukaan laut.



Keterikatan yang Unik

Anda mungkin bertanya-tanya apakah penduduk di kaki gunung berapi ini tidak takut kalau-kalau pada suatu gunung itu akan meletus. Sewaktu Etna tenang, penduduk setempat malah lupa bahwa gunung berapi itu ada. “Si ganas sedang tenang,” tulis pengarang Perancis abad ke-19, Guy de Maupassant dalam karyanya Journey to Sicily. “Ia sedang tidur di tempatnya nun jauh di sana.” Apabila muncul kepulan asap, penduduk setempat mungkin hanya melirik ke gunung itu. Akan tetapi, apabila mereka mendengar dentuman di tengah malam, mendapati balkon rumah mereka dan jalan-jalan tertutup abu, atau lubang hidung dan mata mereka penuh abu, sikap mereka pun berubah. Saat itulah mereka dengan bijaksana menunjukkan kewaspadaan terhadap Etna – khususnya apabila sebuah sungai lahar merah tampak menuruni gunung dengan perlahan tapi pasti, melahap apapun yang dilaluinya.

Meskipun demikian, penduduk di daerah itu menganggap Etna sebagai “raksasa yang ramah.” Faktanya, meskipun gunung itu mengakibatkan kerusakan hebat – menghancurkan daerah kota, panenan dan fasilitas wisata – ia tidak menelan banyak korban jiwa. Setelah letusan-letusan dahsyatnya yang melenyapkan berbagai karya manusia, penduduk setempat yang ulet kembali bekerja dan memulai dari awal lagi.

Pujangga Italia bernama Giacomo Leopardi dengan tepat menggambarkan keterikatan yang dimiliki penduduk kaki gunung berapi itu pada tanah mereka. Ia menyamakan orang-orang itu dengan sejenis semak (Genista aetnensis), yang biasanya tumbuh di kawasan gunung berapi. Bunga-bunga kuningnya yang indah dan cerah tetap berdiri tegak dan enggan menyerah sampai aliran lahar melanda mereka. Setelah letusan berakhir dan batu-batuan mendingin, semak itu mulai tumbuh lagi, kuat dan tegar, seakan-akan bekerja kembali dengan sabar!


Etna sedang Berubah

Menurut pendapat para vulkanolog, “raksasa yang ramah” ini tampaknya sedang berubah. Belakangan ini, Etna tidak pernah bersifat pemarah, tetapi sekarang, kata majalah Focus, “yang dulunya kami anggap sebagai gunung berapi yang aktif namun tidak berbahaya, kini mulai dipandang dengan perasaan was-was yang semakin besar.” Menurut peringatan yang diberikan oleh para peneliti Perancis dan Italia, Etna “secara perlahan-lahan berubah dari gunung berapi yang efusif, artinya gunung yang aliran laharnya lambat dan emisi gasnya bertekanan rendah, menjadi gunung berapi yang eksplosif.” Oleh karena itu, Paola Del Carlo, seorang peneliti di Institut Nasional Geofisika dan Vulkanologi Italia di Catania, menyatakan bahwa “selama 30 tahun terakhir, baik kegiatan (gunung berapi tersebut) yang efusif maupun yang eksplosif jelas semakin hebat, dan sulit untuk meramalkan dengan tepat apa yang bakal terjadi di masa depan.”




Category: 1 komentar